Teteh Titiem Si May


ANISA JANGAN PERGI


K

isah seorang gadis desa, dia dilahiran dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana. Namanya Anisa dia seorang gadis remaja yang cantik, lemah lembut dan sopan. Kehidupan yang sederhana itu membuatnya tumbuh menjadi gadis yang sederhana pula. Dan dia sangat mensyukuri anugerah yang telah Tuhan berikan kepadanya.

Anisa tinggal bersama kedua orang tua dan adiknya. Dia bersekolah di SMA swasta di tempatnya. Di sekolahnya itu dia di percaya menjadi Ketua OSIS selain kepandaian dan kepribadiannya yang wibawa dia juga memiliki potensi – potensi lain yang menonjol. Diantaranya adalah Seni tari dan seni bela diri. Dia sering mendapatkan penghargaan. Hal itulah yang membuat seluruh dewan guru bangga kepadanya. Selama bersekolah di SMA tersebut Anisa kerap kali medapatkan gelar bintang kelas.

Pak Karyo adalah ayah anisa. Dia bekerja sebagai petani, dia selalu mengajarkan kepada kedua anaknya untuk hidup apa adanya dan menerima berapapun rezeki yang di berikan Allah kepadanya. Ibu Yana (ibu anisa) bekerja di pasar berjualan ikan panggang, melanjutkan pekerjaan ibunya dulu. Dia mendapatkan pasokan ikan dari Bu Hofifa. Ikan – ikan yang telah dibelinya tersebut lantas ia bersihkan, di potong – potong lalu di bakar dengan sepitan ( terbuat dari potongan bambu kecil, dibelah menjadi dua bagian diatasnya untuk meletakkan ikan di tengahnya, lantas di di rekatkan lagi dengan batang daun pisang) terakhir proses pambakaran dengan menggunakan arang. Itu dia lakukan setiap hari.

Anisa selalu bangun pagi setiap hari, sebelum berangkat sekolah aktivitas rumah dia yang menandanginya. Pagi itu anisa di kejutkan dengan teriakan ibunya, lantas dia mencari sumber suara tersebut, ternyata dari belakang rumah. Anisa menangis setelah mendapati tubuh kakeknya berselimutkan darah segar itu. Kata ibu si kakek terpeleset di sungai. Padalah bu yana sudah sering melarang. Tapi kakek tetap bersikeras. Ibu anisa menangis sambil mengusap darah – darah itu dengan sebuah handuk kecil.

Mendengar hal tersebut Pak Karyo tidak tinggal diam, dia langsung memanggil tukang becak lantas membawa mertuanya itu ke Puskesmas. Ibu Yana khawatir terjadi sesuatu dengan orang tuanya. Tak henti – hentinya air mata bu yana mengalir, tidak tega melihat kondisi orang tuanya yang memang sudah sakit – sakitan.

Anisa mencoba memberitahu beberapa saudara ibunya tentang keadaan kakeknya yang baru saja terpeleset di sungai dan kepalanya terhantam batu tempat cucian. Dengan segera saudara- saudara bu yana itu berdatangan menuju tempat dimana orang tuanya di rawat. Sedangkan anisa harus kembali ke sekolahnya jadi dia tidak bisa menunggui sang kakek. Dan nenek anisa di jaga oleh beberapa saudara bu yana yang lain. Si nenek tidak mengerti bagaimana kabar sang suami tercintanya itu. Karena sudah tua, pikun anak – anaknya pun merahasiakan hal tersebut.

Bu yana adalah anak ke dua dari lima bersaudara. Kakak laki – laki bu yana bernama Pak de Fahmi begitulah Anisa memanggilnya. Dan ke tiga saudaranya yang lain yaitu Bu lek Atin, Pak Lek Romy dan Bulek Isma. Kelimanya sangat rukun, dan mereka saling menyayangi.

***

Akhir pekan, kali ini anisa berniat sekali untuk memanjakan nenek tercintanya. Di bersikan rumah sang nenek, di setrikanya baju – baju kakek dan neneknya yang kusut itu dengan penuh keceriaan.

“ nenek sudah makan ? tanya anisa setelah melakukan aktivitasnya itu.

“ belum ta, “ jawab nenek memanggil anisa dengan sebutan Ita. Bahkan anisa sendiri lupa kapan si nenek terakhir kali memanggilnya dengan benar.

“ Nenek mau makan apa?”

“ nenek mau mie goreng “ jawab nenek serius

“ ok nek akan nisa buatin “ tapi nenek di sini saja (di ruang tamu)

Nenek mengangguk. Tapi karena lupa dia pun menyusul anisa ke dapur. Nenek tercengan melihat anisa memanaskan mienya di air mendidih itu.

“Kenapa nek ?”tanya anisa

“Mienya diapain nis?”

“Ya di rebus lah nek”

Ow....,

“Kan tadi nenek minta mie goreng”

Ko’ gak di goreng pake’ minyak ?” tanya nenek lagi

Yah nenek, yang namanya masak mie goreng itu, mienya di rebus dulu biar matang, setelah itu mienya ditiriskan lantas di kasi bumbu, gitu. Bukan di goreng pake’ minyak, jadi krupuk dunk, kriuk – kriuk. Hehe

“ nenek tetap gak paham. Entah dia gak tahu cara masaknya atau karena dia lupa cara masaknya.

Anisa kemudian membawa neneknya kembali ke ruang tamu. Lantas ia melanjutkan memasaknya.

5 menit kemudian

“ tara...... mienya sudah siap nek, sambil menyodorkan mie di depan neneknya. Di perhatikannya si nenek, ternyata nenek sudah tertidur di kursi. Tak tega membangunkan si nenek akhirnya anisa mengambil bantal untuk neneknya.

Nenek terbangun,

Anisa tersenyum, ini nek mienya di makan dulu. Ntar keburu dingin loh.

“ mie buat siapa itu nis? Tanya nenek heran

“ Buat nenek donk, kan tadi nenek sendiri yang minta “

“ buruan nek dimakan dulu mienya “

“ nenek udah makan, masih kenyang “ bahkan nenek sendiri tidak ingat kalau tadi sempat ke dapur juga. Perasaan nenek, dari tadi dia tiduran di kursi.

Lho... katanya tadi belom makan,.... yah nenek, pelupa

Nenek kembali tertidur, akhirnya sepiring mie lengkap dengan telor dadar itu di makan sendiri oleh Anisa. Hehe.... dia sembari tersenyum (kacau).

***

Kabar kakek berangsur – angsur membaik, tapi kakek memang keras kepala. Dilarang malah seperti di suruh (kata orang dulu bilang, kalau orang sudah tua, fikirannya kembali menjadi kecil lagi). Itulah yang terjadi dengan kakek sekarang. Baru sembuh dari sakitnya seminggu yang lalu hari ini dia sudah mulai melakukan aktivitasnya. Memaku pagar di barat rumah yang sedikit lepas. Padahal beberapa hari yang lalu sudah di betulkan oleh Pak de Fahmi, tapi kakek kurang puas dengan hasil tersebut. Siang ini cuaca sangat panas, tapi tak sedikitpun ada keinginan kakek untuk berteduh. Dengan topi koboi andalannya Si kakek dengan penuh semangat tetap melanjutkan pekerjaannya.

Sebelum akhirnya terdengar teriakan dari seorang tetangga sebelah rumah kakek. Mbak ifa namanya. Dia berteriak minta tolong, memanggil – manggil nama bu Yana, tapi tak ada seorangpun yang menjawabnya.

“ mbak Yana, tolong “ mbah samni pingsan. Tolong

“tapi bu Yana belum datang, dia masih di pasar menjual ikan panggangnya. Pak Karyo sendiri masih di sawah dan Anisa masih berada di sekolah, untuk menrima pelajaran.

Kali ini yang menjaga Kakek adalah pak de Fahmi, dan pak de Fahmi masih keluar, di toko bangunan membeli paku idep (paku kecil ukuran 2 cm) sesuai permintaan sang kakek. Nyampek rumah dia di kejutkan dengan kerumunan orang. Pak de Fahmi berlari menuju kamar kakek, dilihatnya kakek pingsan. Sebenarnya pak de Fahmi ingin marah sama kakek, tapi di rasa percuma karena kedua orang tuanya sudah pikun.

Pulang dari pasar ibu yana lantas kekamar bapaknya. Dia terkejut melihat kondisi orang tuanya yang linglung itu, mana bekas luka kepala yang bocor akibat benturan di batu sunagi itu belum sembuh. Setelah musyawarah dengan sanak saudaranya akhirnya ibu yana bertekad membawa lagi orang tuanya ke Puskesmas untuk mendapatkan perawatan yag lebih baik.

Tiga hari di rawat, akhirnya kakek di izinkan untuk pulang, dan kali ini kakek menurut.

***

Dua minggu kemudian terdengar kabar dari adik bu yana yang diluar kota namanya bu Isma. Dia sedang sakit parah, pasalnya luka bekas operasi kanker payudaranya itu membengkak. Padahal operasi terjadi setahun yang lalu. Mendengar kabar mengharukan tersebut ibu yana tak berhenti menangis. Tapi berita itu tak sampai dikedengarkan kepada orang tuanya. Hanya dia saudara – saudaranya yang mengerti. Dua hari dari itu, ada telpon masuk dari saudara bu yana yang memberitahukan bahwa bu Isma telah meninggal dunia. Sontak bu yana mengangis.

Entah siapa yang memberi tahu, akhirnya nenek mendengar kabar itu. Nenek berteriak – teriak, tangisannya memecahkan pagi itu yang penuh dengan keharuan. Memanggil anaknya yang selama 20 tahun lebih tidak pernah pulang kerumahnya. Nenek seperti kerasukan, dia menghantam – hantamkan tangannya yang mengepal itu ke dinding di samping kamarnya sebelum akhirnya dia jatuh dan tak sadarkan diri.

Awalnya pak karno belum siap untuk memberitahukan keadaan ini kepada si Kakek, namun berlarut – larut dalam kebohongan pun jauh akan lebih menyakitkan bagi kakek. Dengan hati – hati dia menceritakan kejadiannya kepada kakek, mendengar hal itu kakek hanya diam, air matanya tak mengalir. Entah bagaimana perasaan kakek saat itu. Di hadapan semua anak dan menantunya dia sepertinya ikhlas akan kepergian putrinya itu. Atau hanya menahan kesedihannya, entah sedalam apa dia menutupnya rapat, tiada yang pernah tahu.

Hari – hari terlewati dengan keharuan, sehabis sholat maghrib selalu ada pengajian (sholat ghaib) mendo’akan Almarhumah, sesuai permintaan kakek.

Tekanan batin, itulah yang di rasakan sang kakek, tiba – tiba tubuhnya kembali renta, melemah dan kembali jatuh sakit. Kali ini kakek menolak untuk di bawa ke Rumah Sakit. Kakek lebih senang di rumah, dengan perawatan tradisional. Sedangkan nenek, entah apa yang ada di pikirannya sekarang, sepertinya dia sudah lupa akan kejadian yang baru saja menimpa keluarganya.

Kasian nenek, keluah Anisa berceceran air mata sambil menunggui si nenek yang tertidur pulas di kamarnya itu.

***

Tak satupun dari anak – anak kakek yang tega meninggalkannya, mereka semua khawatir dengan keadaan kakek yang seperti itu.

Malam itu, kakek mengigau,

“ Pukul tikus itu “ kata kakek kepada bu yana yang sedari tadi di sampingnya.

“ lantas ibu yana berpura – pura memukul tikus yang di maksud kakek dengan menggunakan tepis (terbuat dari sapu lidi, biasanya digunakan untuk membersihkan kasur) “ padahal di kamar tidak ada tikus satupun.

Hari berikutnya, si kakek mengigau lagi, dia bercerita tentang dirinya pada masa kecil dulu. Kake memang dilahirkan sebelum kemerdekaan Indonesia tahun 1938. pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Bahkan kakek masih ingat lagu – lagu perjuangan di jaman jepang itu.

Sejak kecil kakek selalu dalam penderitaan. Kehidupan keluarga yang tidak berkecukupan membuatnya harus bekerja guna menambah nafkah keluarganya. Dia bekerja sejak umur 7 tahun, tanpa pernah mengenyam pendidikan. Kakek seorang buta huruf, tapi dia pandai sekali mengajinya, suara kakek juga bagus saat melantunkan ayat – ayat suci Al-Quran, masalah agama kakek sangat mengerti. Dia di lahirnkan dari 3 bersaudara, namun saudara- saudaranya itu tidak pernah menghargai sedikitpun jasa kakek, mereka semua membangkang dengan omongan kakek. Anisa, bu yana dan beberapa saudara yang mendengarkan cerita kakek itu seketika menangis. Betapa berat godaan hidup yang di simpan oleh kakek. Selanjutnya kakek tertidur.

Tepat pukul dua malam, kakek yang tidak berdaya mendongakkan kepalanya itu tiba – tiba berdiri, seolah – olah dia sedang sehat. Anak – anak kakek kaget dengan kejadian itu. Mereka berusaha menenangkan kakek dan membaringkannya lagi. Ternyata dosis obat yang di minum kakek terlalu tinggi, kakek mengeluh di dadanya terasa panas.

Kakek mulai tidak sadarkan diri, dia tidak ingat satu persatu dari anak – anaknya. Tubuh kakek semakin kurus dan pucat. Anak – anak kakek berusaha membacakan Surat Yasin, terutama bu yana membacakannya tepat di kepala kakek. Tiba – tiba kakek membukakan matanya, melihat – lihat ke seluruh isi ruangan itu, anak – anak kakek berusaha menuntun kakek untuk membacakan beberapa kalimat syahadat dan kakek berhasil melantunkannya dengan sempurna. Dia tersenyum lega sebelum akhirnya gelap, dan abadi.

Ibu yana dan seluruh isi rumah menangis, akan kepergian si kakek. Sedangkan nenek hanya bisa menangis lagi dan menangis pasrah. Pagi itu jenazah kakek di kebumikan. Beberapa sanak saudara berdatangan.

***

Kepergian kakek membuat Anisa bersedih, apa yang dia alami sekarang dia alami sekarang pasti akan berujung pada kematian juga. Entah bagaimana nasib keluarga, saudara dan sahabat-sahabatnya nanti. Hanya dihadapan diarynya dia berani terbuka tentang sebuah penyakit yang sering datang mengganggunya itu. Sebuah pukulan yang teramat lara yang selalu mengetuk – ngetuk kepalanya, hingga ia tak sadarkan diri. Tapi tak satupun dari keluarganya yang mengerti tentang kesakitan itu. Begitu rapi dia menyimpannya.

Keadaan ekonomi keluarga itulah yang menyebabkan dia tertutup perihal penyakitnya. Saat sakit dikepalanya menyerang dia hanya bisa menangis dikamarnya. Anisa juga bingung dengan penyakit yang kian hari kian menggerogoti kekuatannya itu. Malam itu dia berusaha menuangkan segenap keluahan yang dia alami sampai saat ini.

220209

Buat semua yang tercinta,

Bapak, ibu, adikku dan semua sahabat yang aku sayangi. Maafkan diriku karena tidak pernah terbuka, aku takut tapi ini harus aku beritahukan kepada kalian semua. Semoga kelak buku ini bisa menjawab apa yang telah menimpaku. Selama setahun yang lalu aku merasakansaki, bahkan sakit sekali dibagian kepalaku. Sebenarnya aku juga ingin menceritakan hal ini kepada orang tuaku dan kalia semua. Tapi rasanya semuanya tidak mungkin, karena kehidupan dikeluargaku juga sudah tidak memungkingkan buat aku bercerita. Aku tidak ingin merepotkan orang- orang yang aku sayangi.

Jika nanti terjadi sesuatu padaku, dan apa yang aku takutkan itu benar-benar terjadi (kematian)janganlah merasa bersedih karena aku telah tidak jujur. Karena aku sayang kalian semua.

Dino, aku sayang banget sama kamu. Biarpun kamu sudah pergi lebih dulu, aku yakin kau masih melihat ketulusanku (dino adalah kekasih anisa yang meninggal pada saat pulang sekolah setelah mengantarkan anisa, sepeda motor yang di tungganginya bertabrakan dengan sebuah mobil Kijang. Kecelakaan itu terjadi tidak jauh dari rumah Anisa, hanya berkisar ± 300 meter, anisa mengetahui hal tersebut langsung berlari kearah kekasihnya itu. Naas nasib berkata lain, nyawa Dino dan pengemudi mobil melayang di TKP, anisa menangis dan menjerit sangat histeris, lalu tak sadarkan diri. Sebelum kejadian itu terjadi, Dino mengajaknya kesebuah tempat yang termat indah, dihari Ultahnya itu juga dia memberikan sebuah cincin yang indah, yang disematkan tepat d jari anisa. Anisa tersenyum bangga. Tapi dia tidak menyadari bahwa dihari Ultahnya itu juga adalah akhir kal dia bertemu dengan Dino).

Buat semuanya, ika nanti apa yang aku takutkan terjadi, ikhlaskanlah aku pergi. Allah telah menunjukkan jalan itu kepada anisa. Dan anisa harus bisa melewati rintangan itupula dengan ikhlas. Keputusan Allah adalah yang terbaik buat anisa.

Anisa menutup diarinya, sembari berurai air mata, dia memandangi kesetiaan cincin dijarinya yang indah itu.

***

Siang sepulang dari sekolah, cuaca memang lebih panas dari biasanya. Anisa pulang berjalan kaki. Dia berharap di tengah perjalanan dia bertemu dengan Dino, meskipun itu adalah suatu hal yang tidak akan terjadi. Tiba – tiba anisa merasakan sesuatu yang berat menyerang kepalanya. Rasa sakitnya teramat sakit, hingga anisa terjatuh tak sedarkan diri. Beberapa orang yang mengetahuinya langsung menolong anisa.

Anisa mulai sadarkan diri, tapi dia heran dengan melihat sekeliling ruangan,bahkan tubuhnya penuh dengan alat-alat medis. Anisa baru sadar bahwa dia ada di sebuah Rumah Sakit. Selama dua hari dia tidak sadarkan diri, sejak kejadian itu, anisa hanya ingat waktu itu dia berjalan, dia melihat sebuah kecelakaan di depannya, dia menyaksikan secara langsung kejadian kekasihnya itu, lantas dia menangis dan terjatuh. Selanjutnya dia tidak ingat lagi.

Orang tua anisa menangis mengetahui penyakit yang dialami purtinya itu. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan putrinya itu. Kedua orang tuanya bersikap sangat dingin, anisa menangis lantas menceritakan semuanya kepada kedua orang tuanya. Dia meminta maaf kepada kedua orang tuanya, karena tidak pernah jujur selama ini.

“Dio mana buk? Tanya anisa pada sang ibu, anisa kangen sama dio.

“ ada, di depan, “ sembari memanggil dio”. Dio kesini di panggil kakak !! perintah ibu yana pada dio adik anisa.

Dio tidak bisa menahan rasa haru melihat keadaan kakaknya yang terbaring lemah tidak berdaya. Dia menangis di bilik tembok mushola rumah sakit. Perlahan dia berjalan ke Kamar no 2, dimana kakaknya mendapatkan perawatan. Sambil mengusap air mata yang dari tadi tiada berhenti mengalir. Dia datang kearah Anisa, dipeluknya tubuh sang kakak dengan penuh kasih sayang dan kerinduan itu. Di ciuminya kedua pipi dan kening kakaknya itu dengan kasih yang teramat dalam.

Anisa menangis karena itu kali pertamanya dia mendapatkan perhatian dari adiknya. Dia bisa merasakan betapa besar kerinduan adiknya akan kesembuhan sang kakak. Anisa menyesal, karena selama ini kurang memperhatikan adiknya. Mereka berdua saling bercerita, dan saling melepas pandang. Dilihatnya tubuh adik yang kian dewasa dan tampan itu.

Kadua orang tuanya menangis haru, akan sebuah ketakutan dan harapan yang dalam akan keajaiban yang akan terjadi apa anaknya itu.

Pak Karyo menyesal, karena baru mengetahui jika penyakit yang diderita putrinya tu sangat parah dan mengancam nyawanya. Sebuah Tumor Otak, yang ganas kata seorang dokter menjelaskan.

Pagi itu, anisa bercerita kepada ibunya tentang mimpinya semalam.di bermimpi melihat bulan yang indah di suatu tempat, tapi dia belum mengenali tempat itu sebelumnya. Disana dia melihat Dino kekasihnya, dino duduk di sebuah perahu, di danau yang indah. Dilihatnya muka ceria dino saat bertemu dengan Anisa. Lantas Dino mengajak Anisa menaiki perahu tersebut hingga jauh sampai perahu yang mereka naiki lebur di hamparan cakrawala nan idah itu. Anisa tersenyum, dia bertanya pada ibunya, “Apa arti dari mimpi anisa itu bu?” tanya anisa.

Sebenarnya dia sudah mengerti akan sebuah kematian yang siap menjemputnya itu.

“ Ibu anisa menangis, “ tidak apa-apa, dia berusaha menenangkan putrinya itu. Mungkin dino sekarang ada di surga, mengharapkan agar anisa cepat sembuh “ sang ibu lantas memeluk putrinya itu sangat erat. Dan anisa tidak bisa menangis kali ini.”

Beberapa dewan guru dan perwakilan OSIS datang ke Rumah Sakit menjenguk Anisa, mereka tidak pernah menyangka jika Anisa mengidap penyakit yang membahayakan itu. Karena selama ini anisa selalu menampakkan kewajaran seolah dia sehat dan tidak sedang terjadi sesuatu pun.

“ Kamu cepat sembuh ya nis, teman-teman kamu yang lain sudah merindukanmu, kata seorang kepala sekolah itu “ penuh harap.

“ Anisa, mengangguk “ dia tersenyum bahagia.

Beberapa keluarga besar Anisa bergantian menjaga Anisa. Mereka semua sangat menyayangi anisa. Melihat hal itu Anisa merasa sangat terharu melihat kedatangan keluarga dan saudara-saudarnya.

***

Diruangan itu sepi, hanya ada, Anisa, Tata, Yongki dan Angga yang selalu setia menemani dan menghiburnya. Di tunjukkannya selembar kertas kepada Angga. Sebuah kata-kata mutiara, dari Dino kekasihnya, yang diberikan kepadanya sehari sebelum kecelakaan maut itu terjadi.

Anisa sangat mengerti maksud dari kata-kata itu. Sampai matipun Dino tidak akan bisa melupakannya.

Perlahan Angga membaca itu, lantas diberikan kepada Tata. Mereka tersenyum,

“Pelangi”

Cinta datang menjemput mimpi

Di pagi yang terang

Saat aku bersamamu.

Kasih kau mengerti

Kasihku suci

Semoga kau tak mendua

Karena cintaku satu

Pergi, miliki kita berdua...

Di tempat indah bisa tertawa

Ku selalu bersamamu

Pergi, kita berdua

Kita berpisah juga.

Cinta akan ada

Kelak kita bersama lagi

Seindah pelangi....

***

Angga adalah seorang yang baik bagi anisa, sebenarnya Angga menyukai anisa tapi ketika tahu anisa berpacaran dengan Dino teman satu sekolahnya, akhirnya dia mengurungkan itu. Tapi dia tidak pernah berhenti untuk tetap bisa dekat dengan Anisa. Dia bersahabat dengan anisa sangat baik. Hingga dia mendengar Dino meninggal dunia, dia tetap tidak berani buat terbuka kepada anisa perihal perasaannya.

Dia merasa sangat terpukul saat mendengar tentang penyakit yang diderita oleh anisa. Angga, yongki dan tata berusaha membuat kan lagu itu untuk anisa.

Pagi ini anisa meminta kepada orang tuanya untuk dibawa pulang kerumahnya. Dia tidak mau lama-lama di Rumah Sakit. Awalnya Dokter dan kedua orang tuanya menolak. Karena kondisi tubuh anisa yang seperti itu. Tapi lama kelamaan semuanya luluh dengan permintaan pasien.

Seminggu berlalu, Anisa kembali menjadi gadis normal seperti biasanya. Di kembali belajar di sekolahnya. Orang tua anisa merasa senang melihat putrinya bahagia. Mereka berharap penyakit anaknya itu bisa di sembuhkan, apapun akan dia lakukan untuk anisa.

Pagi itu, anisa bercanda dengan sang nenek. Di lihatnya wajah si nenek yang keriput itu dengan senyum terindanya. Hari-hari berlalu seperti bisanya, dan tidak ada keluhan dari anisa. Sorenya Anisa meminta izin untuk mengunjungi makan kakeknya dan Dino. Yang kebetulan di makamkan di pemakan umum yang sama.

Bersama ketiga sahabatnya setelah pulang dari pemakaman, anisa meminta untuk berhenti di sebuah tempat. Itu adalah tempat dimana dia bertemu dengan Dino untuk terakhir kali. Sebuah tempat yang indah, tampak dua buah air terjun yang mengalir penuh kelembutan itu menghiasi sore yang memang sejuk.

Tata dan Yongki berusaha menghibur anisa yang sedari tadi bersandar di dada Angga dengan diiringi sebuah petikan gitar yang dimainkan oleh yongki dan angga, mereka bercanda, saling melepas keriangan. Dan angga berusaha mencurahkan perhatiannya kepada Anisa. Dirangkulnya tubuh anisa.

Anisa lantas menyematkan sebuah cincin yang indah pemberian dino kepada Tata. Tata menolak, karena dia merasa itu bukan hak dia. Tapi anisa tetap memaksa, diberikannya pula sebuah buku diary. Akhirnya dia menerima pemberian itu juga.

“ Terbukalah kepadaku ta!”, semua tentang aku dan kamu. Jangan pernah ada rahasia antara kita.

“ tata, tersenyum dan menerima pemberian dari Anisa. “ terima kasih ya nis, aku berjanji demi persahabatan kita. Lantas tata memeluk tubuh anisa dan mencium pipi sahabatnya itu.

Anisa tersenyum, hanyut bersama indahnya lantunan sebuah lagu.

Cuaca yang dingin itu, membuat anisa tiba-tiba merasakan hantaman yang teramat sakit dan luar biasa di kepalanya. Dia tidak berteriak kesakitan, hanya menahan sambil memegangi kepalanya. Lantas dia tak sadarkan diri lagi.

Mengetahui hal tersebut, lantas Tata, yongki dan angga membawa anisa kerumah sakit. Tubuh anisa semakin tidak berdaya. Dia mendapatkan perawatan dari Dokter. Dalam ruangan itu, dia bersama Tata dan ibunya.

Tata menangis, melihat Anisa usdah sadarkan diri.

“ jangan bersedih ta, aku gak kenapa-napa ko’ “ anisa berusaha menghadirkan senyum terindahnya. “

“ Kamu sholat dulu sana “, perintah anisa pada tata”

“Kamu gak apa-apa kan? Tanya tata”

“ ya... tenang aja, aku gak apa-apa “

Ya udah, aku sholat dulu ya, sebentar ko’

Setelah sholat, tata kembali kekamar dimana anisa dirawat. Tata menangis seketika melihat tubuh anisa sudah tidak bernyawa lagi. Seisi ruangan bersedih mengetahui kematian anisa. Ibu yana jatuh pingsan begitu juga tata.

Sedangkan angga, seolah tidak berdaya. Air matanya tak bisa ia hentikan. Dia berteriak-teriak sangat histeris “ Anisa Jangan Pergi sekarang nis,,!!!”

Sebelum Anisa memejamkan mata untuk yang terakhir kalinya, dia sempat berpesan kepada ibunya, kelak dia ingin dimakamkan dekat dengan makam kakeknya. Dia ingin bisa merawat kakeknya setiap hari.

Akhirnya jenazah anisa dimakamkan berjejeran dekat dengan makan sang kakek. Tepat dibawah pohon kamboja yang teduh.

Allah Maha seganya, tiada dzat yang bisa melawannya. Sebagai manusia kita hanya bisa bersyukur, pasrah dan berusaha menjadi yang lebih baik. Kita semua memiliki keterbatasan. Sedangkan keputusan dari allah tetaplah sebuah takdir yang teramat misterius.

***Tamat ***

Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar