Teteh Titiem Si May




Rasa yang tidak pernah berbeda,

seolah telah kental dengan hari-hari yang harusnya merdeka.

Harapan pupus seolah membukakan jembatan cinta.

Dimana aku dan dia (takpernah ada).

Hanyalah sebuah impian tanpa tidur malam nan terlelap.


Sahabat hanya tersenyum,

Melihatku yang tanpa secuil ekspresi,

Maret datang membawa janji (kosong)

Tetap kutunggu dibilik tenggaku nan retak, seperti kemarin.

dan pelabuhan cinta roboh diterpa ego kita yang sama-sama mudanya.


Dimana sesungguhnya perahu nelayan terbawa angin itu?

Dermaga malam terlanjur sepi, karena tiupan cinta yang mengharukan itu menyulam waktu, tanpa mengajak kita berdua berdiskusi.

Ikan-ikan menghentikan syairnya

Karena pemburu cinta telah ganas mengancam sore itu.


Apakah gerangan sesungguhnya isi khalbu?

Bukankah semuanya sama?

Waktu berputar, mencari makna.


Tapi, dermaga telah menutup diri dari obrolan-obrolan yang tak lagi nyaman.

Tanah kosong jadi air-air berduri, perih mengiris cahaya senja.

Lautan merah memar, menahan gejolak dadanya.

Ombak-ombak berhenti membuat lingkaran cinta,

Senyum batu hutanpun beku tak selembut dulu.


Hanya ada satu, sendiri tanpa perasaan berdiri diatas lunaknya duri-duri air laut

Mengharap digulung bersama cintanya.

Tapi, Kapal nelayan kedua bicara

Tanpa air mata, dia berlalu menginggalkan senja yang sesungguhnya kokoh

Meski terkadang membisu tanpa mengerti perasaan.


Aku kembali ke rumah nan retak itu,

menanti senja esok sore lagi

Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar