Teteh Titiem Si May

NASIB

(BINCANG-BINCANG SORE)


Dasar nasib, tiap hari kaya begini terus. Kerja setiap hari rezeki gak juga nambah-nambah. Dasare apes. Gerutu Yayan saat setelah pulang dari kerjaannya disebuah perusahaan air minum Oxigen di daerahnya seore itu. Tugasnya hanya mengantarkan pesanan Aqua Galon ke rumah-rumah langganan. Setelah tugasnya selesai dia pulang. Sambil mengusap kristal keringatnya.

Yang sabar to Yan,yan. Namanya rezeky berapapun harus diterima. Di syukuri saja, pemberianNya. Masih untung kamu dapat kerjaan, liat tu si Memet dan Joko!, sambil menunjuk kearah kedua pengangguran yang sedang asyik main domino di depan warung kopi sebelah, nasib mereka tak semujur kamu. Sahut Ibunya memberikan semangat.

Sudah, kamu sholat dulu sana! Keburu habis nanti Asharnya. Perintah ibu sambil menepuk pundak Yayan.

Ya buk, sembari meninggalkan ibunya.

**


Di depan rumah

Hey Jok, kapan datang? Tanya Yayan menghampiri Joko yang baru pulang dari Kota Orang. Kenapa kok sudah pulang? Gimana kerjaan kamu disana ?

Kemaren Yan, kemaren siang. Apes aku yan ..

Apes kenapa jok? Tanya Yayan penasaran.

Uang hasil kerjaku ludes dibawa kabur teman ku.

Loh kok bisa sih Jok? Memangnya kamu taruh dimana tu uang?

Ya di dompet lah Yan, tapi yang namanya maling Yan, lebih halus dari Tuyul. Sembari melempar senyum.

Ya betul Jok, namanya juga tuyul dah halus kadang sok baik lagi, hehe…. Aku mau dunk ikutan main dominonya.

Gimana lagi yan, namanya juga rezeky. Kalau udah diambil orang berarti itu rezekinya mereka. Mau demopun percuma, sebab orangnya sudah kabur. Teriak sekalian pun orangnya dah tuli gak denger.

Yang sabar aja Jok, sahut Memet yang sedari tadi sibuk dengan dominonya.

Kamu sendiri Met, kenapa gak cari kerja? Yayan melempar Tanya pada Memet.

Seketika memet memberhentikan permainannya, dan serius menjawab.

“hari gini lho yan, mana ada toh orang yang mau mempekerjakan aku, apalagi aku hanya lulusan SMP, gitu aja nilaiku pas-pasan” sambil meringis entah karena malu atau karena dia sudah putus asa.

memangnya kamu mau kerja apa sih Met? Tanya Yayan juga penasaran.

Bapakku petani, aku Cuma jadi kuli bangunan, generasi yang setandar (sambil mengusap keringatnya yang mulai menetes). Kan percuma !!!. Aku sih kepinginnya kerja kantoran. Duduk di kursi empuk, gak kepanasan. Kayak Bupati-bupati itu sembari menunjuk kearah Poster Bupati di kaca rumah Mbak Sarti, kan asyik tinggal ngurusin duit doang ya nggak?. Atau kalau bisa langsung Jadi Presiden saja, kan asyik bisa nebar janji disana-disini. Uang banyak, kemana-mana diatar mobil mewah, dikawal lagi….. duhh kayak ratu deh pokoknya. Mujur banget ya nasib orang yang bisa jadi Presiden.

Hahahaha, sontak ketiga orang tersebut tertawa ngakak.

Tapi yang namanya Presiden itu mikire pakek otak Met, gak pakek dengkul kayak kamu. Soalnya dia orang nomer satu jadi memang harus benar-benar punya akal yang cemerlang. Tanggung jawabnya juga besar. Cetus Yayan

“Aku juga kepingine kerja enak Met, kalau perlu gak kerja tapi dapet duit. Tapi Nasib tetep nasib, di takdirkan melarat kali ya”. Dulu sempet sekolah sampai SMA kelas 1 setelah itu aku putus sekolah karena selain biaya sekolah mahal aku mesti bantuin bapak biayain adik yang masih SD. Sahut Joko bersedih mengingat-ingat masa lalunya.

Kalau kamu Yan? Tanya Memet lagi

kalau aku sih gak muluk-muluk kayak kamu Met, sahut Yayan.

Trus kamu pinginnya gimana yan? Tanya Memet sambil bengong

Aku sih pinginnya “cukup” itusaja

“cukup ??” Tanya Memet masih penasaran

iya, maksudnya Uang cukup, rumah cukup, mobil cukup, semuanya serba cukup. Hehehe… bisa gak ya kira-kira.

Hayahh itu mah sama saja Yan, “kedunyan” (terlalu mikir duniawi).

Wakakakakak mereka kembali ngakak.

**

suit…suit…., mau nyapu ya mbak? Tanya Joko pemuda kulit hitam manis dengan badan Tinggi kurus ini.

Iya neh Jok, sambil mengayunkan sapunya. Mau bantuin aku tha? Balas mbak Sarti meledek.

Boleh tha mbak?, ya udah mbak tak Bantu do’a aja deh. Sembari tersenyum

“Ooh dasar Semprul” ledek Yayan sambil menepuk Pundak Joko dengan kartu dominonya.

Dari tadi aku lihat kalian tertawa renyah, memang kalian pada ngomongin apa sih? Tanya Mbak Sarti yang seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) juga di perusaan Negeri, merasa penasan.

Ini loh mbak, si Memet menghayalpingin jadi Presiden (sambil menunjuk kerah Memet), modal tampang saja sudah pas-pasan, otak minim, melarat lagi. Wakakakakak ledek Joko di iringi tawa renyah yang lain juga..

Sialan kamu Jok, sembari malu-malu. Tapi namanya orang itu punya cita-cita itu baik kan. Ya gak mbak? Sembari mencari pendukung.

Iya betul Met,,,

Tapi mbak… kalau Presidennya kayak Memet, udah sekolah SMA saja gak tamat, apalagi otaknya!!!. Gimana nasibnya Indonesia mbak? Bisa dadal doel dong!!!. Sahut Yayan menimpali. (sembari memoleskan bedak tabur, karena Memet kalah main dominnya).

Yah… namanya juga manusia Yan. Punya cita-cita itu bagus. Tapi kalau tiap hari hanya bercita-cita saja dan tidak berusaha untuk mewujudkannya ya percuma, Sama saja dengan bohong. Mbak Sarti masih tetap menebarkan senyumnya yang manis itu.

Tuh kan, denger Yan apa kata Mbak Sarti. Jangan Cuma punya cita-cita saja. Tapi berusaha untuk mewujudkan itu jauh lebih penting. Balas Memet pada Yayan sambil mengacak-acak kepala Yayan.

Mereka berempatpun tertawa.

**

Ngomong-ngomong, Mangganya itu sudah ada yang matang Mbak. Ujar Joko Sambil menunjuk keatas. Dilihatnya segombolan buah mangga yang menggiurkan itu menggelantung seolah menggambarkan nasib mereka yang selalu menggantung tanpa bisa berdiri sendiri. Mereka hanya bisa berharap, semoga bisa mendapatkan seorang Pemimpin Negara yang benar-benat bisa merasakan pedasnya kehidupan rakyatnya, bisa mendengar jeritan-jeritan hati rakyatnya, dan menjadi curhatan masyarakat untuk masa depan Negara yang lebih baik dan berarah. Tidak hanya sekedar obral janji murahan, dan hanya memikirkan tabungan masa depannya saja.

“kalian mau ya?” Tanya Mbak sarti

Ya sudah kalu gitu, sana Met kamu panjat Pohon mangga itu ambil beberapa buah mangga. Aku mau kedapur dulu ambil perlengkapan buat rujak’an.

Siiip… saya setuju mbak. Tanpa basa-basi lagi Memet sesegera mungkin memanjati pohon yang penuh dengan cabang itu dengan lincahnya. Layahnya seekor monyet yang sudah lincah.

“Met, kamu kaya Monyet. Disitu aja, manjat aja terus gak udah turun!!” ledek Yayan semangat.

“dasar Lutung Lhu…, lutung kasarung lhu ” balas Memet dengan senyuman.

Mbak Sarti datang membawa perlengkapan Rujak’an lengkap dengan bumbunya.

Sore yang sudah tidak begitu panas itu, mereka berempat asyik menikmati rujak buah mangga yang pedas buatan mbak sarti. Sepedas nasib mereka yang sebenarnya masih mengharapkan keadilan Pemerintah dan masih berharap kepedulian pemerintah benar-benar terwujud bukan sekedar janji manis saja.

“Loh mbak…. Katanya nyapu??” Tanya Joko mengingatkan

“Alah… Jok, nanti saja” sambil melempar senyum.




Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar