Teteh Titiem Si May




Jalanan sore ini seperti lautan dangkal,
Tersibak roda-roda tua sepeda kuno itu
Ya mereka adalah pencari rezeki jalanan,
Bergerobak harapan karena telah terlanjur menggayuh mimpi sejak pagi
Setia membelah cakrawala cinta jalanan ibu kota
Mengharap masih ada sisa jajanan kehidupan nan manis bisa mereka rasakan.

Angin kencang, petir menggelegar telah bersahabat dengan mereka,
Demi kasih abadi mereka dirumah
demi Yang setia menunggu secuil cinta
Hingga bisa membuatnya bertahan sampai besok pagi lagi.

Dihantam kerikil-kerikil lunak air surga, “bukan apa” kata mereka
Karena itulah pekerjaan mereka.
Mengumpulkan sisa-sisa waktu orang yang terbuang, dimanapun.
Mereka tetap setia menggayuh nasib siapa tahu akan berubah.

Kristalisasi peluh seolah memberikan jawaban,
Betapa mereka sesungguhnya ingin berubah, telah lelah
Sungguhpun mereka sangat bertanggung jawab
Tapi, teriakan mereka terlalu keras meskipun tak pernah kentara
Karena hanya dibalik hatinya, tanpa ada yang pernah mengunjungi
Dan meski harus basah kuyup sore itu.

Mata air lurus mengguyur pelataran bumi ini makin membuatnya pasrah,
Tetap pada perubahan, do’anya.
Meski hujan sore ini menenggelamkan mentari
Jiwanya tetap terang, menerangi jalanannya sendiri.

Dibilik ruko itu, dimana aku terdiam sambil menanti hujan reda
Aku hanya bisa menundukkan kepalaku
Betapa aku sangat malu dan telah congkak pada diriku
Air mataku mengalir melihatnya tersenyum.

Ku terdiam, pikiranku melayang memikirkan sesuatu yang jauh
Yang belum pernah aku sentuh sebelumnya
Hingga hujan mulai reda,
Ku tinggalkan dia disana yang masih tersenyum
Kulambaikan tanganku, meski hanya dalam hati
Ku cari kehidupanku.
Dan dia, nampaknya tak peduli.
Masih tetap berlayar dengan do’a-do’anya.

Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar